Selasa, 29 Maret 2011

TEOLOGI ISLAM ATAS DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN

1. Pengertian

Lingkungan adalah tempat dimana suatu makhluk hidup itu tumbuh, meliputi unsur unsur penting seperti tanah air dan udara.[2] lingkungan sendiri memiliki arti penting dalam kehidupan setiap makhluk hidup. Sedangkan teologi merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan[3]. Pengertian teologi dalama hal ini adalah bagaimana upaya “menghadirkan” dalam setiap aspek kegiatan manusia. Dengan kata lain teologi disini merupakan konsep berpikir dan bertindak yang dihubungkan dengan “Tuhan” yang menciptakan sekaligus mengatur manusia dan alam.

Masalah lingkungan akan selalu berbicara tentang kelangsungan hidup (manusia dan alam), jika melestarikan lingkungan sama maknanya dengan menjamin kelangsungan hidup manusia dan segala yang ada di alam maka sebaliknya, merusak lingkungan hidup, apapun bentuknya, merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup alam dan segala isinya, tidak terkecuali manusia.

Permasalahan kita sebagai masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak henti-hentinya dilanda penderitaan. Belum juga berhasil keluar dari krisis multidimensi, ditambah hantaman berbagai bencana alam seperti tsunami, gempa Bumi, banjir, longsor dan sebagainya. Sampai sekarang kita masih terus mengalami dampak dari bencana dahsyat tersebut, bukan saja berupa kehancuran fisik dan kehilangan ribuan nyawa tetapi juga trauma psikologis yang membutuhkan penangulangan secara serius. Banyak pendapat bermunculan tentang penyebab bencana alam ini, seiring dengan seringnya bencana alam terjadi. Ada yang berpendapat bahwa, bencana alam yang terjadi sebagai hukuman Tuhan atas kesalahan dan dosa manusia. Manusia dipandang sudah jauh dari jalan dan kehendak Tuhan. Ada yang berpendapat, bencana tersebut sebagai cobaan Tuhan kepada umat-Nya. Ada juga yang berpendapat bahwa, bencana tersebut terjadi sebagai suatu proses alamiah. Ada juga yang berpendapat bahwa bencana ini terjadi karena kesalahan manusia sendiri yang telah mengeksploitasi alam secara besar-besaran tanpa terkendali dan tidak memperhatikan kelestarian alam. Peristiwa bencana alam, telah melanda tanah air tanpa memandang bulu, bukan hanya melanda orang-orang yang berkeyakinan, suku, ras atau golongan tertentu saja. Dalam situasi seperti ini, agama dinilai memiliki peran yang sangat penting dalam kaitan untuk mendukung dan menolong umatnya keluar dari penderitaan.

2. Islam Sebagai Penyelamat Lingkungan

Selama ini wajah agama Islam sebagai penyelamat, pembela seringkali kurang dikenal justru oleh pemeluknya sendiri. Yang lebih dikenal dan muncul dalam wacana kehidupan justru wajah agama Islam sebagai ritual rutin, wajah agama yang terbatas pada wilayah spiritual belaka. Padahal agama Islam, terutama dalam wilayah teologis dengan konsep tauhidnya memberi dorongan yang sangat kuat bagi pemeluknya untuk menjadi manusia yang aktif dan dnamis dalam konteks sosial kemasyarakatan, seperti yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Dalam ajaran islam, Tuhan telah memberikan lampu merah bahwa kerusakan lingkungan, tidak lain adalah karena ulah manusia. Hal ini seperti yang tertera dalam al Qur’an surat Al Rum: 41.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (40)

Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Al Rum: 41)

Dalam ayat itu dikatakan, kerusakan lingkungan akibat ulah tangan manusia yang “destroyer/perusak” akan ditimpakan kepada manusia itu sendiri (baik mereka yang merusak mapun yang tidak terlibat) supaya mereka kembali ke jalan yang benar. Sayangnya manusia tidak pernah jera dan mau mengambil pelajaran di balik bencana alam yang terjadi. Namun terkadang kita sebagai manusia tidak peka terhadap tanda-tanda yang dihadirkan oleh alam sebagai bentuk protes mereka terhadap prilaku manusia yang rakus dalam mengesploitasi alam. Sepertinya syair Ebiet G.Ade “mungkin alam sudah enggan bersahabat dengan kita” semakin menunjukkan kebenaranya. Bahkan bukan lagi sekedar ’mungkin‘ tapi sudah benar-benar benci dan marah terhadap prilaku dekonstruktif manusia terhadap alam sekitarnya. Buktinya hampir tiap hari bencana alam akrab mengancam hidup manusia. Memerlukan waktu kurang dari satu jam untuk menebang kayu-kayu besar di rimba, tapi butuh ratusan tahun untuk membesarkan kayu-kayu itu kembali. Demikian juga dalam hal pelestarian hutan. Hutan dapat dihanguskan dan dirusak dalam hitungan jam, baik dengan satu biji korek api atau pembalakan liar yang dilakukan dengan menggunakan teknologi modern dan lain-lain, tapi butuh waktu puluhan, bahkan ratusan tahun untuk mengembalikannya ke kondisi semula.

Perlu pemahaman yang cerdas dan arif, bahwa memasukkan isu-isu pelestarian lingkungan dalam kurikulum pendidikan pesantren dan dayah, materi khutbah, sebagai suatu hal penting daripada membicarakan masalah ruknun min arkan al-Islam (rukun dari rukun Islam yang lima itu). Karena menjaga lingkungan hidup dan alam semesta ini adalah konsekuensi dari kepercayaan Tuhan kepada manusia yang telah Dia angkat menjadi khalifah (pengganti-Nya) di muka bumi ini. Tanggungjawab ini harus dipegang teguh semua orang.

Manusia mempunyai hak atau diperbolehkan untuk memanfaatkan apa-apa yang ada di muka bumi (sumber daya alam) yang tidak melampaui batas atau berlebihan (Al- An’am: 141-142).

Manusia baik secara individu maupun kelompok tidak mempunyai hak mutlak untuk menguasai sumber daya alam yang bersangkutan. Dalam hal ini, alam terutama bumi tempat tinggal manusia merupakan arena uji bagi manusia. Agar manusia bisa berhasil dalam ujiannya, ia harus bisa membaca “tanda-tanda’ atau “ayat-ayat” alam yang ditunjukan oleh Sang Maha Pengatur Alam. Salah satu agar manusia mampu membaca ayat-ayat Tuhan, manusia harus mempunyai pengetahuan dan ilmu.

Lingkungan alam ini oleh Islam dikontrol oleh dua konsep (instrumen) yakni halal dan haram. Halal bermakna segala sesuatu yang baik, menguntungkan, menentramkan hati, atau yang berakibat baik bagi seseorang, masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya segala sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan lingkungan adalah haram.

Jika konsep tauhid, khilafah, amanah, halal, dan haram ini kemudian digabungkan dengan konsep keadilan, keseimbangan, keselarasan, dan kemaslahatan maka terbangunlah suatu kerangka yang lengkap dan komprehensif tentang etika lingkungan dalam perspektif islam.[4]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar