Selasa, 29 Maret 2011

ILSAFAT ISLAM: PERBUATAN BAIK | Agustus 17, 2010

Oleh: Ading Nashrulloh A.Dz.

Manusia senantiasa memiliki kekuatan, ambisi, peluang dan kesempatan serta pilihan untuk berbuat jahat ataupun berbuat baik. Perbuatan baik telah dirumuskan oleh moralitas, adat, hukum dan agama serta sejarah kehidupan manusia. Manusia tinggal menggalinya kembali dengan segenap potensi pemikiran dan kehendak yang ada.

Perbuatan baik selamanya tidak akan pernah menimbulkan kerugian bagi manusia. Justru seluruh manusia berada dalam kerugian, kecuali yang beriman, beramal sholeh, benar, sabar dan selalu saling menasihati. Artinya tanpa perbuatan baik, manusia akan merugi.

Bila kita membiasakan diri untuk berbuat kebaikan dan kebenaran, maka diri kita akan diikatkan dengan keuntungan dan keberkahan. Allah dan hamba-hambaNya yang bertakwa akan senantiasa menghargai dan mendukung setiap perbuatan yang baik.

Terkadang manusia tidak menghargai perbuatan baik dan selalu memiliki kecenderungan untuk berbuat salah, menolak beriman dan beramal sholeh. Tidaklah rugi kepada mereka kita tetap berbuat baik dan benar, sekalipun karena kecenderungannya itu mereka memperolok kita.

Tahapan dakwah, pendidikan atau perjuangan dalam membenahi umat manusia agar lebih tercelup oleh celupan Allah, celupan Diinul Islam, celupan akhlaknya Rasulloh dan cahaya al-Quran, setelah pergantian masa antara terang dan gelap yang datang sillih berganti, memerlukan suatu kontinyuitas, kreatifitas dan inovasi.

Kita jangan berfikir dan merasa bahwa perjuangan kita dalam membenahi pribadi, keluarga, masyarakat dan negara adalah sudah final, baik yang menyangkut dasar-dasar pandangan kehidupannya ataupun praktek aktualiasi nilai-nilai yang berjalan di bawah naungannya, baik hambluminallohnya ataupun hambluminnas. Sebab tahapan sebelum kita pun sebenarnya merupakan suatu upaya perbaikan dari keadaan sebelumnya.

Sebagai contoh Muhammadiyah dalam kemunculannya adalah suatu upaya terorganisasi dalam memperbaiki keagamaan umat Islam yang waktu itu banyak dilanda bid’ah, khirofat dan tahayul. Setelah sekian puluh tahun Muhammadiyah berjuang, dan terjadilan perbaikan di berbagai bidang. Sudah finalkah kondisi umat ditinjau dari sudut idealitas sebagaimana yang pernah dicontohkan Rasulullah dan sahabatnya? Jawabnya belum. Maka apa yang dilakukan Muhammadiyah sebagai bagian dari wujud tanggung jawab umat terhadap agama dan dirinya sendiri, perlu suatu upaya perbaikan lagi.

Di sini kita harus mampu membuka diri untuk menerima dan mensuport suatu gerakkan dakwah yang lebih jelas arah dan misinya dalam membenahi umat Islam. Inilah intisari dari suatu upaya berbuat baik. Bahwa kita tidak hanya berbuat baik semata-mata dengan kualitas yang sama dari waktu ke waktu, namun juga berupaya meningkatkan kualitas kebaikan itu sekalipun harus menerima gagasan dan gerakan dakwah atau perjuangan golongan yang berbeda organisasi dengan kita.

Semangat berjuang dan berkorban harus berbarengan dengan ketangguhan untuk bertahan dalam proses yang kadang berat untuk dilalui, juga harus tangguh dalam menerima kenyataan pahit, hinaan dan fitnah. Semua level-level kejiwaan ini merupakan kenyataan sistematis yang akan terus menjadi pengerak diri kita untuk berbuat kebaikan dalam ranah seluas-luasnya.

Jika kita mengubah haluan gerak hidup, jangan berharap dunia ini menjadi sarana kebaikan kita. Artinya jika kita berniat bahwa berjuang adalah untuk mendapatkan harta, bukan merupakan suatu pengabdian kepada Allah, dunia ini tidak akan memberikan kenikmatan yang sempurna dan yang sebenarnya kepada kita. Banyak sekali manusia yang akhirnya kecewa dengan gagasannya sendiri dalam upayanya mencapai kebahagiaan dan kebaikan yang dicita-citakan. Dikarenakan gagasan mereka tidak didukung oleh inti kebaikan yang sejati yakni keimanan dan pengabdian kepada Allah Swt.

Sebab itu persyaratan untuk menjadi yang baik dan tetap baik, perlu suatu keseimbangan dan kelurusan dalam hal tujuan, proses dan tenaga penggerak jiwa yang mengarahkan kita menuju tujuan tersebut.

Marilah kita menyadari bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang diprosesikan untuk kebaikan. Kebaikan yang handal untuk mencapai kebahagiaan hidup adalah kebaikan yang jelas arahnya, tangguh dalam menghadapi tantangannya, tidak melenceng dari jalan yang benar, dan terus meningkat kualitas dan kuantitasnya. Semakin banyak manusia yang bisa kita gerakkan untuk kebaikan dan membebaskannya dari keburukan dan kejahatan.

Kebaikan itu adalah berupa keimanan kepada Allah dan amal sholeh yang keluar dari ilmu, hati yang ikhlas dan berorientasi Lillahi Ta’ala. Yang dimaksud dengan Ilmu adalah Teladan Rasulullah SAW.

Kedatangan Rasululloh ibarat kemunculan gerakkan perbaikan umat manusia, setelah sebelumnya umat manusia berada dalam cahaya kebenaran dengan di bawah bimbingan para Rasul, namun kemudian terselimuti kabut kesesatan yang membuat wajah peradaban manusia semakin terpuruk di semua lini, semua etnis serta bagian muka bumi yang dihuni manusia. Kedatangannya menjadi suatu cahaya benderang yang mengantarkan manusia pada keagungan peradaban, ilmu dan nilai-nilai kehidupan yang luhur dan terpraktekkan. Seluruh sepak terjang Rasululloh dengan misinya Tauhid dan Visinya berupa Islam, manusia sempai kepada derajat-derajat yang selalu diimpikan oleh para pemikir dunia di sepanjang zaman.

Rasululloh adalah sosok makhluk terbaik yang diciptakan Allah di alam semesta ini. Beliau adalah bagaikan cahaya di tengah umat manusia, yang menuntun manusia menemukan cahaya Ilahi dan kebahagiaan kehidupan. Beliau tampil sebagai wahyu Allah yang berjalan di muka bumi, agar manusia mengambil keteladanan darinya. Berbagai sisi kebaikan yang bernilai luhur dan memuncak dalam batas-batas kemanusiaan, yang artinya dapat ditiru oleh manusia di generasi setelahnya, telah beliau tampilkan dan beliau ajarkan kepada umatnya. Di sepanjang hidupnya, beliau isi waktu demi waktu, segmen demi segmen dengan perbuatan, orientasi, ucapan yang bermata air dan bermuara kepada kesadaran akan keberadaan Allah Swt. Kesadaran yang demikian itu merupakan suatu pusaran kebaikan. Kualitas kehidupan yang terbaik adalah apabila segenap perbuatan itu bernilai Lillahi Ta’ala.

Peran perbuatan yang bernilai Lillahi Ta’ala adalah munculnya pelanjut risalah Islam yang terus menerus tumbuh di setiap abad kehidupan manusia. Pada masanya terkadang Umat ini berada di atas puncak peradaban manusia. Seluruh cabang-cabang pengetahuan berada dalam genggamannya, seiring dengan kekuasaan atas politik, filsafat, teknologi dan peradaban. Sehingga sejarah kemuliaan dan keemasan manusai dibalut dengan Islam. Dan terkadang umat ini terpuruk seperti keadaannya saat ini. Hampir semua bangsa menjajah umat ini. Namun nilai-nilai perbuatan baik dan ajaran intisari Islam tidak pernah hilang begitu saja. Sehingga manusia sebenarnya dapat kembali dan tetap dalam perbuatan yang baik dan mulia.

Adalah aneh apabila dalam tataran kemanusiaan global dan radikal saja, Allah SWT selalu mengutus para RasulNya untuk membenahi kehidupan manusia agar lebih baik lagi dan lebih baik lagi dari masa-masa sebelumnya, sementara kita yang hidup di zaman yang sadar bahwa perbaikan itu merupakan suatu keniscayaan demi meraih hidup yang lebih berarti, malah malas mengadakan kajian dan gerakkan dakwah, tafsiyah dan tarbiyah. Semestinya dalam tataran pribadi kita terus perbaiki diri untuk bertambah kualitas iman, amal sholeh, hak dan kesabarannya; dan dalam tataran tanggung jawab kita kepada dunia Islam yang di dalamnya terdapat tanggung jawab terhadap dunia manusia dan alam semesta, kita pun, semestinya, tak pernah berhenti mengadakan kajian dan gerakkan perbaikan umat.

Allah Swt adalah Dzat yang terus menerus mengurus makhlukNya, bahkan terus menerus menciptakan dan membentuk makhlukNya. Dia senantiasa menjaga keseimbangan alam semesta agar bisa terus menjadi tempat yang terbaik bagi manusia dalam melangsungkan kehidupannya dari generasi ke generasi sampai batas waktu yang telah ditentukanNya. Allah adalah Dzat yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Tak terhitung banyaknya Karunia yang diberikan kepada manusia. Setiap bagian dan totalitas dari karuniaNya adalah kebaikan yang tiada berhingga bagi manusia. Oleh karena itu Allah adalah teladan bagi manusia agar manusia pun mau dan terus menerus berbuat baik kepada sesama dan alam semesta ini. Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk meniru sifat-sifat Tuhannya yang cocok dan dalam batas-batas kemanusiaannya. Manusia selalu merindukan untuk menjadi sosok yang mulia dan senang dengan kebaikan yang dimaksudkan untuk diabdikan dan dibaktikan kepada Tuhannya.

Limpahan kasih sayang Allah kepada manusia mengambil sangat banyak sekali wujud dan buktinya. Semua menunjukkan kebesaran dan kekuasaanNya. Secara garis besar karunia tersebut adalah karunia diciptakan, karunia alam semesta dan karunia Islam. Maka seyogyanya sebagai rasa syukur, manusia menyembah Tuhan yang menciptakannya, memanfaatkan alam yang telah memberikannya kondisi dan fasilitas yang terbaik bagi hidupnya dan meninggikan kalimat Islam yang telah menjadi jalan baginya untuk mengenal Tuhannya yang hak sekaligus sebagai jalan mengabdi kepadaNya. Semua kebaikan yang bernilai kebaikan sejati berotasi kepada nilai-nilai syukur tersebut. Sebaik-baiknya makhluk adalah makhluk yang pandai bersyukur kepada Tuhannya. Dan seburuk-buruknya manusia adalah manusia yang tidak mengenal siapa pencipta dirinya.

Jika manusia ingin berbuat baik sebanyak-banyaknya maka hendaknya ia terus menerus mengenal siapa Tuhannya. Ia mesti terus belajar mengenal keagungan Tuhannya lewat ayat-ayatNya baik kauniyah ataupun Qouliyah. Semakin banyak raihan ilmu yang kita gali dari kedua ayat-ayatNya itu, maka kita akan diantarkan mengenal keagungan Allah. Seiring itu kita pun akan semakin mengenal kekerdilan manusia. Jika kita konsisten menampilkan seluruh potensi diri kita untuk berbuat dan berada dalam kebaikan maka semakin tangguh kita untuk menjadi yang baik dengan topangan ilmu tersebut. Perbuatan yang baik perlu topangan ilmu yang baik dan benar pula.

Pada gilirannya orang yang baik adalah orang yang baik sikapnya kepada Tuhannya dan kepada manusia, termasuk kepada dirinya sendiri. Wujud kebaikan itu adalah berjuang untuk Islam, sebab di dalam perjuangan tersebut terdapat langkah-langkah menyelamatkan manusia dari kesesatan. Sedangkan ucapan apa lagi yang lebih baik daripada seruan kepada Allah.

Manusia benar-benar dalam keadaan rugi saat mereka tidak bersama Islam, sekalipun manusia di saat yang sama dianugrahi akal yang cerdas, kekuasaan yang luas, ilmu yang tinggi, dan cita-cita yang luhur. Tiada sedikit pun keuntungan saat manusia meninggalkan ajaran Islam dan umatnya. Siapapun yang memililiki komitmen, loyalitas, dedikasi yang luar biasa kepada suatu perkara, namun perkara itu membuatnya semakin jauh dari Islam, yang juga semakin jauh dari Allah, maka tidak ada sedikit pun keuntungan yang akan di peroleh. Boleh jadi ia dengan segenap kemampuan yang ada padanya, ia beroleh dunia dan kekayaan, namun sifat dunia adalah bahwa ia adalah perhiasan sebagai ujian dan pastinya akan hancur menjadi debu. Artinya ia tidak akan beroleh apa-apa melainkan suatu fatamorgana saja. Tinggalah rasa sesal yang tiada ujung dan penggantinya. Tidak berhenti sampai di situ, kerugian pun disusul dengan kecelakaan abadi, jika manusia tidak kembali kepada jalan Tuhannya.

Manusia semakin hari semakin jauh dari Tuhan, ketika mereka meninggalkan seruan Islam, dan berlomba mengumpulkan dunia. Itulah kenyataan dan fakta yang kita lihat di hari ini. Mereka terkungkung oleh suatu corak pemikiran dan pola hidup, bahwa hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan yang bercirikan taburan harta benda dan kekayaan. Landasan-landasan kehidupan yang diambil adalah gaya hidup matrealisme dan menolak setiap apa saja yang dianjurkan oleh agama. Seakan-akan mereka yakin akan meraih kebahagiaan. Lalu setiap acara yang mereka buat, setiap kebudayaan dan peradaban yang mereka dengungkan, adalah peradaban syahwat dan nafsu. Jauh dari nilai-nilai ruhiyah dan kesadaran iman. Dalam keadaan semacam ini yang baik menurut mereka adalah yang bisa mendatangkan harta kekayaan dan keuntungan material. Investasi adalah yang nantinya akan mendatangkan uang lagi. Hakikatnya mereka tidak sedang berbuat suatu kebaikan tetapi suatu kebiadaban dan kehinaan.

Baju yang indah bertaburan pernik bercahaya, lantunan musik, kursi yang mengkilat dan kendaraan yang mewah dan lain sebagainya adalah wajar untuk disukai dan diinginkan sebagai kesenangan hidup. Hanya saja kita harus sadar bahwa hidup kita bukan untuk itu. Kemewahan dan kekayaan hidup boleh saja kita kuasai, kita genggam, namun hidup haruslah berorientasi pada kebaikan hakiki. Hidup harus didedikasikan untuk mewujudkan pesan-pesan iman sebagaimana yang disuarakan oleh ajaran Islam. Ketika kita kaya dan memiliki harta yang banyak, sering orientasi kita ialah untuk dipergunakan demi meraih kesenangan duniawi yang lebih tinggi lagi. Ketika kita melihat iklan mobil, jam tangan, motor, rumah dan lain sebagainya, timbul kehendak dan impian untuk memilikinya dan segera ingin mewujudkannya. Jarang sekali kita mencoba berfikir mengarahkan fikiran kita, harta kita, uang kita untuk segera diinfakkan di jalan Tuhan sebagai investasi kita untuk bekal di akhirat.

Bila dunia yang menjadi impian siang malam kita, maka selamanya hati kita akan gundah gulana. Akan sedikit saja kebaikan yang dapat kita perbuat. Akan sedikit juga pengorbanan dan perhatian kita untuk Islam. Kita akan sedikit saja mengingat Allah. Jika kita sedikit mengingat Allah, maka Allah pun akan mudah melupakan diri kita di akhirat kelak. Perbuatan baik adalah perbuatan yang di dalamnya banyak diingat nama Allah. Ketika memulai kita ucapkan basmallah, ketika kita mengakhirnya kita ucapkan hamdalah. Kita memulai untuk Allah dan kita mengakhiri dengan kesadaran, bahwa perbuatan baik kita adalah atas bantuan kekuatan dari sisi Allah. Karena itu manusia hendaknya jangan pernah jauh dari Islam, jika ingin menjadi baik dalam segala lapangan kehidupannya.

Tokoh masa lalu dari golongan yang baik ada ceritanya di dalam al-Quran. Tokoh yang buruk di masa lalu juga ada ceritanya di dalam Al-Quran. Allah ceritakan untuk manusia. Agar manusia mau menjadi manusia yang baik dan meninggalkan tabiatnya yang buruk. Apa-apa yang baik adalah jalan menuju surga. Dan apa-apa yang buruk merupakan jalan menuju neraka. Yang terlibat dalam kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Yang terlibat dalam keburukan akan dibalas dengan keburukan. Sebaik-baiknya tempat adalah surga, itulah bagi orang yang melakukan kebaikan di dunia. Seburuk-buruknya tempat tinggal adalah neraka, diperuntukkan bagi mereka yang suka dengan perbuatan buruk.

Firaun adalah contoh kongkrit dan nyata manusia yang gemar berbuat buruk sampai akhir kehidupannya. Ia hidup begelimang kezhaliman dan mengakhiri hidup dalam keadaan menzhalilmi orang yang seharusnya ia ikuti karena menawarkan kepadanya jalan keselamatan. Alangkah malangnya Firaun. Ia adalah manusia yang dianugrahi Allah suatu kekuasaan yang besar baik di kerajaanya sendiri ataupun di tengah peradaban manusia di zamannya. Ia juga seorang yang memiliki fikiran untuk merenungkan setiap kata-kata dan bukti-bukti mukjizat yang diajukan oleh Nabi Musa As. Namun sosok manusia ini memang telah tertutup mata hatinya oleh keseagan dunia dari kebenaran. Ia menolak setiap argumentasi dan mukjizat Nabi Musa As.

Allah telah banyak menunjukkan bukti-bukti kepada manusia bahwa perbuatan baik akan dibalas kebaikan dan keburukan akan diganjar dengan keburukan. Firaun mendapatkan kehinaan karena perbuatannya yang buruk semenjak di dunia ini. Balasan perbuatan, kata-kata dan orientasi yang buruk adalah keburukan sejak masih di dunia ini sebelum akhirat digelar. Itu sangat nyata dalam kehidupan kita. Semestinya manusia bersegera meninggalkan keburukan sekecil apapun, apalagi keburukan yang besar-besar. Namun apa yang kita lihat pada manusia kebanyakan saat ini? Manusia malah semakin asyik berbuat buruk dan gemar sekali mengajak manusia untuk sama-sama berbuat yang buruk. Seakan-akan bukti nyata di depan mata, bahwa yang buruk akan berbuah keburukan lagi tampak malah sebalinya. Maka tidaklah heran orang yang paling merugi itu adalah orang yang telah bertabiat memandang indah perbuatan buruk. Gerangan apa yang jadi sebab semua ini?

Para Nabi adalah contoh kongkrit manusia-manusia yang gemar berbuat baik. Kebaikan berintikan kepada ajaran-ajaran yang dibawa para Nabi. Inti ajaran para Nabi adalah Tauhid. Maka tauhid adalah inti dari kebaikan yang sebenarnya. Wujud perbuatan apapun tanpa membawa tauhid adalah perbuatan buruk. Manusia yang melakoni perbuatan tanpa tauhid adalah manusia yang sedang menantikan balasan dan akhir kehidupan berupa keburukan. Di atas tauhid itu berdirilah syariat yang diturunkan dari sisi Allah dan dipraktekkan oleh para nabi. Setiap syariat adalah kebaikan di sisi Allah dan bermanfaat besar bagi kehidupan manusia.

Tauhid sebagai pusaran utama kebaikan, sesungguhnya telah tertanam kuat di dalam hati sanubari setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini. Sedangkan syariat yang berlandaskan kepada wahyu adalah sebaik-baiknya penjelasan dan cara hidup yang paling mudah dilaksanakan manusia dan membimbing mereka kepada kehidupan yang benar-benar baik. Akal, jasad, hati, indra dan perikehidupan manusia akan sampai kepada fungsi-fungsinya yang utama dan mulia ketika digerakkan dan menggerakkan syariat ini. Para Nabi adalah teladan manusia terbaik dalam setiap zamannya. Para Nabi dalam melaksanakan fungsi keabdiannya kepada Tuhannya adalah sama segalanya dengan kita. Artinya apa yang bisa dilakukan para Nabi sebagai abdi Allah adalah bisa kita terapkan di zaman kita sekarang ini.

Manusia sesungguhnya memiliki kesempatan yang lebih lapang untuk berbuat kebaikan ketimbang berbuat keburukan. Seluruh kenyataan yang ada di sekeliling manusia memberikan banyak sekali pelajaran akan makna dan peringatan akan pentingnya perbuatan yang baik. Dari yang baik, timbul kebaikan. Manusia selalu mencari harta yang baik, kendaraan yang baik, jalan yang baik, rumah yang baik, fasilitas yang baik dan seterusnya. Jarang sekali manusia mencari yang buruk-buruk untuk dirinya. Yang sering terjadi ialah manusia lupa atau pura-pura tidak tahu berbuat sesuatu yang sebenarnya buruk dan menjerumuskan dirinya kepada keburukan. Ada salah satu rumus bagaimana cara agar diri kita cepat tersadar bahwa yang kita lakukan adalah salah dan keliru agar supaya kita segera menggantinya dengan yang baik. Cara itu adalah berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk. Maka Allah akan memudahkan kita mengenali kesalahan yang baru atau telah lama kita lakukan.

Di zaman sekarang ini, manusia sebenarnya ada yang tahu tentang makna penting dari syariat Islam sebagai bagian yang terpenting dari keselamatan hidup manusia di muka bumi. Namun mereka lemah dalam mengimplementasikannya. Dan lebih banyak lagi manusia yang tidak mengenal dan mengabaikannya sama sekali. Mereka lebih gemar dan rido dengan syariat bumi ketimbang syariat langit. Akibatnya sudah pasti keburukan. dan keburukan akibat dari perkara ini dapat kita lihat secara kasat mata. Hanya manusia bertabiat ingin bersusah payah agar disebut-sebut sebagai pahlawan. Sudah tahu jalan kebenaran, namun ia mencoba membuat tandingan yang menurut pemikirannya lebih baik dari wahyu. Lebih elegan dan sesuai zaman.

Semua jalan yang baik adalah jalan menuju surga, jalan yang buruk adalah jalan menuju neraka, seluruhnya telah diterangkan di dalam al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. Al-Quran merupakan petunjuk menuju kebaikan yang luas dan mendalam. Semakin mendalaminya dan mengamalkannya semakin terceluplah diri kita dengan nuansa, aroma, kondisi Qurani. Yakin sepenuh keyakinan, orang yang bersahabat dengan al-Quran maka dirinya akan terus dibimbing untuk berbuat kebaikan di semua lini kehidupan dengan kualitas yang terbaik. Pancarannya akan mewarnai seluruh sendiri kepribadian, penampilan, kata-kata dan orientasi hidupnya. Sebaliknya seluruh eksistensi manusia yang telah tercelup oleh al-Quran akan menyerahkan jiwa raganya itu demi kemuliaan al-Quran di muka bumi. Kemuliaan dan kebahagiaan dirinya adalah seiring dengan kedekatannya dengan al-Quran. Seluruh kehormatan duniawinya adalah demi al-Quran, dan ia akan memperoleh kemuliaan ukhrowi melalui al-Quran itu.

Siapa yang dekat dengan al-Quran ia dekat dengan kebaikan. Dan siapa yang jauh dari al-Quran ia dekat dengan keburukan, karena itu ia dekat dengan kerugian. Al-Quran dan juga hadits adalah tulisan. Karena tulisan, maka keduanya harus dibaca untuk menggali informasi dan mendapatkan keterangan tentang apa yang kita butuhkan. Keduanya menerangkan hanya tentang apa yang kita butuhkan. Tidak menerangkan apa yang kita tidak butuhkan. Jika selama ini kita sekedar membunyikan lafal-lafal al-Quran sekarang kita harus membacanya, yakni menggali informasi darinya, sehingga kita beroleh Ilmu, penjelasan, dan bimbingan. Dengan ilmu itulah kita mewujudkan perbuatan yang baik.

Ada aspek lain untuk dekat dengan al-Quran agar kita benar-benar dekat dengannya. Aspek itu adalah kedekatan kita dengan amal ibadah, dengan para ulama dan kekuatan yang mewujudkan nilai-nilainya serta kesabaran kita dalam menjauhi setiap dorongan negatif yang menentang al-Quran. Perbuatan baik hanya akan terwujud dengan kedekatan dan keterbimbingan kita oleh al-Quran. Kedekatan kita dengan al-Quran akan lebih potensial lagi saat kita selalu dekat dengan para ulama. Untuk itu sisi-sisi penguat kebaikan dan yang akan melemahkan keburukan adalah kedekatan kita dengan para alim ulama.

Demikian juga keadaan lingkungan, pekerjaan, keluarga seyogyanya adalah kondusif untuk terciptanya suasana gemar membaca dan mengkaji ayat-ayat al-Quran. Al-Quran adalah bahan ilmu yang perlu suatu kajian dan keseriusan untuk memahaminya. Dibutuhkan akal yang cerdas, waktu yang lama, rasa haus akan ilmu, ketekunan untuk mentafakuri dan mentadaburi setiap ayat-ayatnya. Intinya kita harus menyiapkan banyak hal juga untuk sampai kepada pemahaman yang luas terhadap isi kandungan al-Quran demi terantarkannya diri kita kepada nilai-nilai kebaikan. Al-Quran adalah kitab penjelasan terhadap kandungan Tauhid dan syariat langit. Maka siapa yang ingin jadi manusia yang baik, ia harus faham dan berilmu atas al-Quran dan kandungannya.

Mau surga, jalannya sudah jelas. Semua umat Nabi Muhammad dijamin masuk surga kecuali yang enggan, kata Nabi. Siapa yang taat pada Nabi, ia akan masuk surga, dan siapa yang membantahnya, maka itulah orang yang enggan masuk ke dalam surga. Mentaati Nabi merupakan jalan menuju surga. Untuk menjadi orang yang baik manusia hanya tinggal taat kepada Nabi Muhammad Saw. Taat kepada Nabi sebenarnya taat kepada Allah. Realisasi dari tauhid dan syariat adalah taat kepada Sunnah Nabi Muhammad Saw. Tauhid dan syariat itu adalah kandungan Islam. Islam adalah tali penghubung antara manusia dengan Allah Swt. Siapa yang tidak Islam maka terputus dari kebaikan. Ia tidak akan jadi manusia yang baik, sekalipun secara hubungan sosial ia baik. Kebaikan adalah jalan menuju surga. Surga itulah yang merupakan keuntungan bagi manusia yang berhasil mencapai kebaikan di dunia.

Adapun neraka adalah seburuk-buruknya tempat. Banyak manusia yang berminat masuk ke dalam neraka. Buktinya mereka enggan mengikuti syariat Nabi Muhammad Saw. Syariat Nabi Muhammad adalah jaminan mutu dan kualitas bagi manusia untuk sampai pada kebaikan dan surga serta dijauhkan dari neraka. Orang-orang yang meninggalkan syariat Nabi Muhammad itu adakalanya orang-orang yang bodoh tiada berpendidikan. Dan adakalanya mereka yang berpendidikan dan berfikiran maju. Pada dasarnya orang yang menolak syariat Nabi Muhammad adalah orang yang tidak mangakui Allah sebagai Rabbnya. Ia menempatkan selain Allah sebagai rabbnya. Wujud menolak syariat Nabi Muhammad Saw adalah mengabaikan hukum-hukum Islam. Karena itu manusia yang tidak menerapkan hukum Islam pada dasarnya adalah manusia yang sedang berlomba dengan penuh minat untuk masuk ke dalam neraka.

Bila manusia mau masuk surga dan terhindar masuk neraka, kuncinya adalah ia harus berbuat kebaikan. Untuk berbuat kebaikan ia mesti menerapkan hukum Islam. Jika tidak, di dunia hidupnya akan penuh dengan penderitaan dan di akhirat ia akan rugi dan celaka, sedangkan siksa api neraka menanti dengan penuh amarah. Semestinya manusia mau mendengarkan dan memikirkan setiap ayat-ayat yang Allah wahyukan. Semestinya manusia mau mengikuti setiap ajaran Islam sebagai landasan ideal dan operasional bagi kehidupannya. Kalaulah mereka berdoa mengharapkan keselamatan dan kebaikan, seraya berlomba mempertahankan hukum-hukum thoghut, memusuhi syariat Islam, kiranya ini kenyataan yang terjadi di tengah kebanyakan umat Islam saat ini, sebagai akibat dari banyak perkara. Diantaranya adalah kurangnya pendidikan Islam, dan gencarnya propaganda syaithoniyah yang mengajak kepada keburukan.

Ketika jalan menuju neraka digemari orang, kita melihat kehidupan manusia semakin penuh dengan keburukan dan ditinggalkannya kebaikan-kebaikan. Semakin lama manusia menganggap neraka adalah surga dan surga adalah neraka. Jalan menuju surga dipandang sebagai kesulitan dan kehinaan. Sedangkan jalan menuju neraka dipandang sebagai kemuliaan dan kemudahan. Dunia dipandang abadi, akhirat dipandang hanya sementara, bahkan dipandang tidak ada saja. Makhluk diperlakukan sebagai sesembahan sedangkan Allah yang menciptakan diabaikan sama sekali. Benar-benar suatu kehidupan yang buruk ketika manusia menjadikan syaithan sebagai teman, dan Nabi sebagai musuh. Kesombongan menjadi pakaian sehari-hari sedangkan ketawadluan dipandang sebagai sampah dalam kehidupan. Taat dinilai sebagai kemelaratan dan kelemahan, sedangkan maksiat diagungkan sebagai kekayaan dan kekuatan. Seperti itulah keadaannya manusia apabila tidak mengenal dan meninggalkan kebaikan yang berintikan tauhid dan syariat.

Siapa yang berpegang teguh kepada tauhid dan syariat ia akan berdaya upaya untuk menempuh jalan menuju surga, itulah jalan kebaikan. Dan siapa yang berbuat syirik dan beryariat kepada thoghut maka ia sedang menempuh jalan menuju neraka, itulah jalan keburukan. Manusia tergantung kepada dirinya sendiri untuk memilih antara surga dan neraka untuk masa depannya di akhirat. Manusia bebas untuk menentukkan pilihannya, maka ia sendiri yang bertanggung jawab apabila ia memilih perbuatan buruk. Allah tidak akan menolongnya di dunia ataupun di akhirat. Sesungguhnya manusia yang memilih berbuat buruk adalah manusia yang bodoh atau ia tertipu.

Perbuatan baik bisa dilakukan oleh orang kaya, bisa pula oleh orang miskin. Kedua golongan itu memiliki peluang yang sama untuk berbuat kebaikan. Orang kaya bisa memberikan pertolongan dan berbuat dermawan. Begitu pun orang miskin, ia bisa memberikan bantuan kepada siapapun dan bersifat dermawan. Sementara orang mengatakan bila harta terus dibagikan, lama-lama akan habis. Itu adalah tidak benar. Harta apabila terus dibagikan dengan mengikuti anjuran tauhid dan syariat berupa zakat, infak dan sedekah, malah akan bertambah. Siapa yang akan menambahnya? Allah. Allah Maha Kaya dan Maha Pengasih bagi hamba-hambaNya. Jika seseorang ditakdirkan hidup miskin, ia sebenarnya masih punya peluang untuk mendermakan sebagian rizkinya. Rizki itu tidak sekedar berupa harta benda, uang dan simpanan kekayaan. Tetapi waktu, ilmu, sikap, tenaga, akhlak serta totalitas dari eksistensi diri manusia adalah rizki juga. Dan semuanya bisa kita infakkan di jalan Allah, dan itulah perbuatan baik.

Sesungguhnya secara eksistensialis yang kaya dengan yang miskin tiada jauh berbeda. Semua sama-sama diadakan, ditakdirkan dan diatur oleh serta bergantung kepada Allah. Bagi Allah mudah memberikan suatu kekayaan kepada suatu kaum atau seseorang dan mencabutnya kembali, mudah pula memberikan kekuasaan dan mencabutnya kembali dari seseorang, sedangkan manusia tidak kuasa untuk berbuat apapun dalam menghadapi keputusan Allah itu selain pasrah dan rido atau penuh amarah. Adapun kapasitas ilmu, harta, pergaulan, yang bermacam-macam tingkatannya berkonsekuensi dengan nilai tanggung jawab teknisnya. Anda yang kaya punya tanggung jawab untuk membantu saudara yang miskin. Anda yang miskin juga punya tanggungjawab kepada yang miskin yaitu kepada anda sendiri dan teman-teman anda yang sama-sama miskin. Hanya nilai kapasitasnya berbeda. Yang kaya mesti lebih besar pemberiannya ketimbang mereka yang miskin, dikarenakan jumlah hartanya berbeda.

Orang kaya memiliki hak dan kewajiban untuk berbuat kebaikan dan tinggalkan keburukan. Orang miskin juga sama, mempunyai hak dan kewajiban untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan. Ketika dikatakan hak, maka tidak boleh ada orang lain yang menghalangi, tidak boleh pula diri sendiri berbuat bosan. Ketika dikatakan wajib, maka tidak boleh anda menghalangi diri sendiri untuk segera berbuat, artinya anda harus rajin, tidak boleh malas. Siapapun tidak boleh dihalangi atau menghalangi manusia berbuat baik. Jika kenyataan di lapangan semua terbalik, ya inilah memang kenyataan di hari ini. Yang kaya enggan memberi, yang miskin apalagi. Akhirnya sama-sama pelit. Yang kaya miskin dengan kebaikan, yang miskin kaya dengan kelemahan untuk berbuat baik. Yang kaya kaya dengan keburukan, yang miskin miskin dengan kebaikan. Akhirnya keburukan semakin menggelapkan langit kemanusiaan, dan kebaikan tersingkirkan dari arena kemanusiaan. Dunia manusia diselimuti oleh keburukan di mana-mana. Akibat diabaikannya nilai-nilai tauhid dan praktek syariat di dalam kehidupannya.

Indonesia adalah gambaran negeri, bangsa dan negara serta falsafah yang menjadi jiwa penggerak denyut kehidupan sosial, politik dan lain sebagainya. Di Indonesia terdapat suatu fakta yang menarik dan aneh. Jumlah umat Islam adalah mayoritas. Artinya kebanyakan manusia Indonesia adalah berakidah Islam. Adalah manusia yang mendirikan sholat, membaca al-Quran, dan mengenal Allah. Kebanyakan manusia Indonesia tahu dan mau akan Tauhid dan Syariat Islam. Tetapi falsafah dan hukum yang berlaku di Indonesia adalah Syirik dan Thoghut. Karena itu sebagai suatu bangsa, Indonesia tidak bertauhid dan tidak bersyariat Islam. Artinya umat Islam yang berada di dalamnya yang juga mayoritas, bodoh dan enggan bertauhid dan bersyariat Islam. Inilah hal yang menarik di Indonesia. Akhirnya kebanyakan umat Islam bermental kambing, tidak bermental singa. Seharusnya negeri Indonesia ini indah karena dihiasi oleh kebaikan-kebaikan yang bermata air tauhid dan syariat serta bermuara kepada rahmatan lil alamin serta akhlak yang mulia. Seharusnya Indonesia adalah lautan keberkahan dan kesejahteraan bagi penduduknya yang Allah takdirkan hidup di negeri ini. Kenyataannya, Indonesia adalah negeri yang bertaburan banyak keanehan dan kejanggalan. Banyak yang pergi haji, banyak pula yang korupsi. Banyak mesjidnya, banyak pula yang gemar tabiat porno dan zina. Banyak ulama, juga penjilatnya. Banyak madrasah, banyak juga PUBnya. Banyak yang berjilbab, banyak pula yang telanjang dipertontonkan secara vulgar di media massa. Negeri yang menarik dan aneh luar biasa. Indonesia kaya dengan kebaikan dan lebih kaya dengan keburukan. Setiap hari, ada saja penduduknya yang mati dibunuh oleh sesama rasnya sendiri. Sebuah negeri yang payah dan mengundang rasa prihatin yang mendalam. Akibat mengabaikan Tauhid dan Syariat, miskin kebaikan dan kaya dengan keburukan. Orang kaya gemar dengan keburukan, orang miskin ikut-ikutan.

Indonesia masih beruntung tapi sedikit. Yaitu di Indonesia ini masih ada pesantren. Ada apa dengan pesantren? Boleh dikatakan Pesantren adalah motor penggerak kebaikan di negeri Indonesia ini. Tanpa pesantren tidak akan ada Tauhid dan Syariat di hati kaum Muslimin. Bahkan tanpa pesantren kaum muslimin itu sendiri tidak akan terwujud di negeri ini. Apa sebab? Sebab lembaga pendidikan di luar pesantren, tidak melandaskan sistem nilainya kepada Islam. Lembaga apapun selain Pesantren plus organisasi Islam, tidak melandaskan diri kepada nilai-nilai Islam sebagai usungan pertama dan utama. Anda tidak akan pernah menemukan sosok muslim terbaik keluaran SD hingga Perguruan Tinggi. Muslim yang tebaik di sini adalah para alim ulama yang memiliki rasa takut kepada Allah sehingga ia berjuang mati-matian untuk menjadikan Tauhid dan Syariat sebagai landasan kehidupan manusia Indonesia. Oleh karena itu umat Islam sangat besar berhutang jasa kepada Pesantren dan Organisasi Islam yang menaungi pesantren karena dari sanalah keluar makhluk-makhluk mulia yang jadi motor penggerak kebaikan. Kenapa dikatakan untungnya sedikit? Karena Pesantren tidak menjadi lembaga yang diutamakan baik oleh pemerintah ataupun rakyatnya sendiri. Lulusan Pesantren belum dianggap sebagai bagian bangsa yang utama dan terpenting. Ulamanya baru dianggap ada dan berharga hanya saat diadakan doa bersama. Di luar urusan itu, hampir-hampir mereka diabaikan sama sekali. Karena hukum di negeri ini tidak membutuhkan kehadiran ulama dalam perumusan dan penerapannya, kecuali dalam bidang-bidang yang sangat sempit dan itupun kalau menguntungkan uang seperti zakat dan haji. Konon, bila anak nakal dan bebal dimasukkan ke pesantren, tapi jika cerdas dimasukkan ke sekolah saja. Bagaimana rakyat dan pemerintah bisa kaya dengan kebaikan, jika jiwa mereka sendiri miskin dengan tauhid dan syariat. Bukankah tempat untuk membina kekayaan Tauhid dan Syariat itu tiada lain adalah pesantren.

Ada tiga kekuatan yang harus dimunculkan di tengah suasana pendidikan, keluarga dan masyarakat, jika kita ingin menjadi orang yang baik dan memiliki generasi yang baik. Yaitu kekuatan fikiran, kata-kata dan perbuatan. Kekuatan fikiran terletak pada cara berfikir yang positif, artinya senantiasa berbaik sangka pada siapapun. Terlebih lagi kepada sahabat, saudara dan rekan seperjuangan. Pola berbaik sangka itu adalah suatu pola yang akan mengarahkan kita untuk merespon segala sesuatu dengan sikap yang terbaik. Sehingga menimbulkan akhlak yang baik. Pada gilirannya akhlak yang baik itu merupakan suatu kebaikan yang utama dalam hidup ini.

Kekuatan kata-kata maksudnya adalah bahwa kita harus memilih kata-kata yang baik untuk membangkitkan semangat berbuat baik dan mengendurkan niat buruk seseorang. Telah dicontohkan oleh Rasulullah bagaimana beliau menundukkan seorang pemuda yang berniat dan bertekad untuk berbuat zina. Beliau meluruskan cara berfikir dan sikap pemuda itu melalui kata-kata yang tepat dan menggugah kesadaran terdalanya, sehingga ia berbalik menjadi seseorang yang membenci zina. Kekuatan kata-kata maksudnya kemampuan untuk memilih kata-kata yang tepat dalam situasi yang tepat dan pada orang yang tepat pula. Jangan suka mencela dan menghina. Kata-kata yang memberikan harapan terkadang lebih disukai manusia ketimbang kata-kata yang sebenarnya atau jujur.

Kekuatan sikap atau perbuatan, merupakan kekuatan terbesar. Manusia akan mendengarkan perbuatan kita ketimbang kata-kata kita. Kita akan lebih mudah menjadi saksi perbuatan seseorang daripada mengingat kata-katanya yang jadi pendorong perbuatan baik. Karena itu berhati-hatilah dalam berbuat. Jangan malas dalam berbuat baik, dan jangan bosan sebelum selesai. Jangan gemar berbuat sesuatu yang salah walaupun urusannya tampak kecil. Dan jangan coba-coba berbuat kesalahan besar dalam hidup ini. Jika kita berminat untuk berbuat kebaikan dalam hidup ini.

Tiga kekuatan itu mutlak dimiliki oleh seorang guru, pendidik, ustadz, kiyai dan tokoh di masyarkat. Jika tidak atau belum mencapai derajat itu, lebih baik menampilkan diri sebagai seseorang yang mencintai dan menyukai perbuatan itu. Artinya kita harus terus menerus memperbaiki citra, komitmen dan kualitas diri kita. Maka semangat belajar sepanjang hidup merupakan suatu semangat yang harus menjadi bagian dari kepribadian orang-orang yang ingin menjadi orang yang baik.

Jika kita tinggal bersama dengan orang-orang yang memiliki kualitas kepribadian baik dan utama, kita cenderung tercelup dengan warna tingkah lakunya. Hanya harus diingat pepatah kucing pergi ke Mekkah, pulangnya tetap kucing lagi. Maksudnya adalah bahwa kita butuh tekad untuk mengubah diri ketika bergaul dengan orang-orang yang telah terkenal kebaikannya. Seorang penjaga kebersihan di kampus atau penjual buku di sana, telah belasan tahun bergaul sebatas bersapa tegur dengan para Mahasiswa. Mahasiswa setelah empat tahun menimba Ilmu, pulang membawa gelar sarjana beserta kepribadian dan konsep diri yang baru. Sedangkan penjaga kebersihan dan penjual buku tetap keadaannya seperti sebelas tahun yang lalu. Seseorang perlu memiliki niat untuk mengubah diri, mau belajar menuju sikap yang lebih dewasa dan terlibat dalam suatu sistem yang mengantarkannya kepada perubahan yang lebih baik. Semua itu perlu modal dan waktu memang. Sistem pendidikan merupakan suatu sistem yang efektif secara psokologi untuk mengubah kejiwaan kita.

Sesungguhnya setiap orang memiliki potensi untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik dari keadaannya sekarang. Perilaku kita yang saat ini bila penuh dengan kesalahan dan kekurangan, masih bisa kita perbaiki seiring dengan perjalanan waktu dan tempat yang kita datangi. Di atas semua itu butuh suatu tekad nyata untuk meninggalkan keburukan dan beralih kepada sifat-sifat yang baik dan mulia. Semenjak kecil sebenarnya kita telah tahu tentang mana yang baik dan mana yang buruk, tidak terlalu sulit mengenali dan membedakannya. Untuk itu kita hanya tinggal memiliki komitmen untuk taat kepada aturan Tuhan, karena Tuhan memang telah menetapkan suatu aturan yang pasti untuk kita. Kita sudah tahu bahwa dusta adalah buruk, sedangkan jujur adalah baik. Kita senang kepada orang yang jujur dan benci kepada orang yang suka berbohong. Maukah kita mengubah kebiasaan berdusta dan menggantinya dengan kebiasaan jujur?

Dari zaman ke zaman sesungguhnya perkara yang baik dan yang buruk tidak pernah berubah dan tidak akan pernah pula bertukar. Selalu yang baik itu disukai oleh akal fikiran, hati nurani dan pengalaman manusia. Dan selalu yang buruk itu dibenci di mana-mana. Zaman seharusnya semakin mendekatkan manusia kepada sesama dan kepada Tuhannya. Zaman seharusnya semakin membuat kita makin rukun dan akrab, bukan semakin saling membenci dan memusuhi.

Sesungguhnya inti kebaikan itu adalah kata-kata yang jujur, menyampaikan amanah, suka memberi dan berhati-hati dari fitnah lidah, farji dan dunia. Manusia akan selamat bila ia memiliki kebaikan semacam itu. Dan akan celaka bila mengabaikannya. Sudah banyak fakta kehancuran seseorang, suatu bangsa atau generasi, akibat mengabaikan nilai-nilai kebaikan. Marilah kita merenung dan berubah ke arah yang lebih baik dalam hidup ini. Perbaiki ilmu kita, amal kita, kata-kata kita, sikap kita dan kesejahteraan serta sikap ibadah dan sosial kita. Kita masih punya kesempatan untuk menjadi orang baik di mata Allah dan hamba-hambaNya. Datangkan sebanyak-banyaknya manfaat dalam hidup ini, dan jauhkan dari manusia madlorot dan kerugian.

Ilmu menuntun kita menjadi tahu mana yang baik dan buruk. Namun untuk menjadi baik, kita juga butuh adanya hidayah dan taufik dari sisi Allah. Untuk bijaksana memang butuh ilmu dan kecerdasan, namun inti sari sikap bijaksana adalah sikap yang seimbang antara fanatik dengan toleran. Kita harus fanatik terhadap nilai-nilai yang bersifat prinsip dan mendasar dan bersikap toleran dalam hal praktis dan pragmatis. Kita harus mau memaafkan orang yang berbuat kesalahan praktis, namun segera ambil sikap tegas dan keras terhadap siapapun yang melanggar prinsip dasar kebenaran dan kebaikan. Sikap bijaksana adalah sikap yang menopang kebaikan manusia agar berada di puncak-puncak kemuliaan.

Jika engkau ingin menjadi orang yang baik, pertama niatkan dalam hatimu bahwa engkau ingin sekali menjadi orang yang baik di mata Allah dan hamba-hambaNya. Kedua, dekatilah orang-orang yang telah dikenal baik pada zamanmu, jika engkau kuasa untuk mendekatinya. Dan kuasakanlah dirimu untuk itu. Ketiga, galilah ilmu di mana saja dan kapan saja serta dari siapa saja untuk menemukan ilmu tentang perbuatan mulia dan baik. Satu persona manusia minimal dia punya satu sisi kebaikan yang utama yang tidak dimiliki oleh persona lainnya. Keempat, biasakanlah perbuatan baik itu dan tinggalkanlah apa yang masih tersisa dari dirimu dalam hal yang buruknya. Kelima, jangan malas dan jangan pula bosan untuk menjadi orang yang baik.

Banyak prinsip dan cara untuk menjadi orang yang baik dan selalu terlibat dalam kebaikan. Mulai hari ini, ingatlah bahwa diri kita masih jelek dan buruk akan segala sesuatunya yang membutuhkan perbaikan demi perbaikan. Jangan memandang bahwa diri kita telah baik. Sebaliknya selalu pandanglah bahwa diri kita penuh dengan keburukan, apalagi saat kita menghadap Allah di waktu shalat. Berbarengan dengan itu, kita harus punya suatu komitmen untuk cinta dan suka dengan kebaikan dan kebenaran. Sekecil apapapun kebaikan yang ada pada sesuatu atau seseorang hendaklah kita mengapresiasinya dengan positif. Jangan suka menghina, mencela, mencaci atau memperolok. Selalu lihatlah sisi kebaikan dan keutamaan pada sesuatu atau seseorang. Mustahil seseorang itu tidak memiliki kemuliaan dan keutamaan dalam hidupnya.

Tulisan ini mungkin kurang tertata dengan rapi dan runut. Penulis serahkan kepada pembaca, namun mohon maaf atas kekurangan yang ada.

Semoga Allah Swt memudahkan diri kita dalam setiap urusan kita yang baik-baik. Dan memberikan keputusan yang adil pada saat kita terlanjur salah. Dia Maha Pengasih lagi Maha Adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar